Arrester

Daisypath - Personal pictureDaisypath Vacation tickers



Yah,,

Tuhan,,
aku tahu Kau selalu membimbingku
aku tahu Kau tak pernah meninggalkanku
aku tahu Kau tak mau jauh dariku

Tapi,,
aku takut mendekat padaMU,
Kau tahu mengapa?
karena dustaku begitu banyak
karena aibku terlalu berat
takkan cukup waktu yang bertahun-tahun mendengarkan permohonan maafku,,

Tuhan
akankah kau mau menerimaku ?
Akankah Kau membuka jalanmu lagi tuk aku yang khilaf....

Makalah Isopropil - Alkohol

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahan bakar adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi kendaraan bermotor. Bahan bakar yang umum dipakai kendaraan bermotor adalah bahan bakar cair, seperti bensin. Setiap negara memiliki standar untuk emisi bahan bakar. Indonesia menggunakan standar euro II sebagai standar emisi bahan bakar. Disamping standar emisi, bensin yang digunakan juga harus dapat mencegah ketukan (knocking). Kemampuan bensin dalam mencegah terjadinya ketukan pada mesin biasanya diukur dengan angka oktan, RON (Research Octane Number), dan MON (Motor Octane Number). Semakin besar ketiga angka tersebut maka semakin baik kualitas suatu bensin.
Angka oktan, RON, dan MON bensin dapat ditingkatkan dengan ditambahkan bahan aditif ke dalam bensin tersebut. Semula, ketiga angka ini ditingkatkan dengan menambahkan TEL (Tetra Ethyl Lead) dan TML (Tetra Methyl Lead). Setelah selama beberapa waktu dipakai, para peneliti menemukan kelemahan TEL dan TML yaitu dapat menimbulkan emisi bahan bakar yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Lalu dilakukan beberapa penelitian mengenai bahan aditif bahan bakar sebagai pengganti TEL dan TML. Kemudian para peneliti menemukan MTBE sebagai pengganti TEL dan TML. Tetapi, kelarutan MTBE dalam air tinggi, sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada manusia. Apabila terjadi kebocoran tangki SPBU maka bensin akan meresap ke dalam tanah. Air tanah yang terminum manusia ini berbahaya karena sudah tercemari dengan MTBE yang bersifat karsinogenik (zat penyebab penyakit kanker).
Setelah itu dikembangkan beberapa penelitian tentang bahan aditif bahan bakar yang dapat meningkatkan angka oktan, RON, dan MON serta dapat memenuhi standar emisi. Bahan yang ditemukan adalah metanol dan etanol. Metanol dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan etanol dalam hal peningkatan angka oktan, RON, dan MON, namun metanol tidak dapat dipakai karena sifatnya yang korosif sehingga berbahaya bagi mesin. Etanol adalah bahan yang ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan emisi gas racun.
Pembuatan etanol, atau yang lebih sering disebut alkohol dalam perdagangan, sebagai aditif bahan bakar tidak jarang disalahgunakan menjadi minuman. Penyebabnya, harga jual etanol sebagai minuman lebih tinggi dibandingkan harga jual etanol sebagai bahan aditif bahan bakar. Oleh karena itu, penulisan dilanjutkan untuk menemukan alternatif-alternatif lainnya yang memiliki resiko penyimpangan yang lebih kecil. Salah satunya adalah isopropil alkohol (IPA). IPA adalah zat yang tidak beracun. Zat ini berpotensi menjadi bahan aditif bahan bakar karena merupakan salah satu hasil samping dari produksi berbahan baku gas alam, sehingga tersedia dalam jumlah yang cukup besar. IPA yang biasanya dihasilkan adalah IPA dengan kandungan 95%-v dalam larutan. Padahal, agar dapat menjadi aditif bahan bakar, kemurniannya harus mencapai minimal 99,85%-v sehingga agar IPA tersebut dapat digunakan sebagai bahan aditif perlu dilakukan upaya untuk mendehidrasi IPA 95%-v menjadi IPA 99,85%-v. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode adsorpsi. Metode adsorpsi merupakan metode yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya operasi yang terlalu tinggi.

1.2. Perumusan Masalah
IPA yang biasanya dihasilkan adalah IPA 95%-v. Padahal, syarat minimum kemurnian IPA agar dapat menjadi bahan aditif adalah 99,85%-v. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
      1. Apa manfaat isopropil alkohol (IPA) sebagai aditif bahan bakar?
            2. Bagaiman Menghilangkan air pada IPA?
            3. Adsorpsi apakah yang tepat digunakan?
            4. adsorben apakah yang tepat untuk pembuatan IPA?

1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui manfaat isopropil alkohol (IPA) sebagai aditif bahan bakar.
2. Mengetahui cara menhilangkan air pada IPA.
3. Mengetahui metode adsorpsi yang tepat untuk proses pembuatan IPA
    sebagai aditif bahan bakar.
4. Mengetahui adsorben yang dapat digunakan untuk pembuatan IPA sebagai aditif bahan bakar.

1.5. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk kalangan industri proses, dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk merancang suatu kolom adsorpsi isopropil alkohol yang efektif dalam skala industrial.
2. Untuk kalangan industri kecil dan menengah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membuat suatu kolom adsorpsi isopropil alkohol skala menengah dengan bahan baku IPA teknis yang harganya lebih murah jika dibandingkan dengan IPA yang dapat digunakan sebagai bahan aditif bensin. Hasil produksi tersebut dapat dijual secara eceran. Masyarakat dapat mencampur sendiri IPA murni eceran tersebut dengan bensin yang akan meningkatkan kinerja bensin dengan harga lebih murah.
3. Untuk lingkungan hidup, bensin dengan bahan aditif  IPA akan mengurangi emisi dari bahan bakar tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Isopropil Alkohol dan Manfaatnya sebagai Aditif Bahan Bakar
Isopropil alkohol (IPA) atau isopropanol adalah nama lain dari 2-propanol. Rumus kimianya adalah CH3CHOHCH3. Senyawa ini merupakan turunan kedua setelah propilen dari propana. Isopropil alkohol dapat membentuk azeotrop dengan air pada 87,4% isopropanol. IPA adalah zat yang sangat mudah menguap, mudah terbakar, berbau khas dan beracun. Senyawa ini memiliki karakteristik sebagai berikut.

Tabel 2.3 Karakteristik isopropanol
NO
KARAKTERISTIK
BESARAN/ KETERANGAN
1
berat molekul relatif
60,10 g/mol
2
wujud
cairan tak berwarna
3
densitas
0.78 g/cm3
4
larut baik dalam
air, etanol, eter, bensin
5
dapat larut dalam
aseton, toluena
6
titik didih
82 oC (355K)
7
titik lebur
-88 oC (185 K)
8
Viskositas
2,86 cP pada 15 oC
1,77 cP pada 30 oC
9
momen dipol
1,66 D (gas)
10
kemudahan terbakar
mudah
11
flash point
12 oC

Kegunaan IPA adalah sebagai berikut.
1. Pembersih dan pelumas (gemuk) peralatan elekronik dan komponen PC (personal computer),
2. Disinfektan pada permukaan keras,
3. Antiseptik dan antibakterial,

4. Pembersih yang baik untuk permukaan kaca dan gelas,
5. Sterilizer tangan sebelum makan,
6. Sterilizer jarum akupunktur,
7. Pewarna ulang sepatu,
8. Penyingkir air dalam bahan bakar cair,
9. Pembersih lem (atau bekas lem),
10. Anti-foam atau penghambat pembentukan busa,
11. Dapat dicampur dengan fragrance untuk membuat deodorant dan penyegar ruangan,
12. Penghilang bau yang disemprotkan ke dalam sepatu,
13. Pelarut untuk pernis cair, addesive PVC, cat, dan tinta cetak,
14. Pembersih coretan seperti tinta, spidol, lipstick, pelapis kuku, dsb,
15. Anti-freeze agent,
16. Sebagai Octane Booster Agent dan oksigenat,
17. Pengurang ketegangan pada otot.
Zat ini berpotensial sebagai bahan aditif bahan bakar karena memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan-keunggulan IPA adalah sebagai berikut.
1. Tersedia dalam jumlah yang cukup besar dalam bentuk propana karena merupakan salah satu hasil samping dari kilang minyak bumi.
2. IPA kering, yaitu IPA dengan kemurnian 99,8%-v, dapat digunakan sebagai penghilang air dalam bahan bakar sehingga dapat mencegah pembekuan pada bahan bakar.
3. IPA kering (anhidrous) dapat meningkatkan kinerja kendaraan bermotor karena merupakan komponen pencampur beroktan cukup tinggi (nilai RON 118 dan nilai MON 98).
4. Tidak korosif pada mesin kendaraan bensin sehingga memiliki keunggulan bila dibandingkan metanol. Metanol memiliki sifat korosif pada mesin bensin sehingga apabila digunakan sebagai zat aditif, mesin kendaraan harus diganti dengan mesin baru yang tahan korosi terhadap metanol. Penggantian mesin tersebut membutuhkan biaya mahal, sehingga metanol tidak dapat dipakai sebagai aditif bensin. Jadi, walaupun metanol memiliki angka RON dan MON yang lebih besar daripada IPA tetapi metanol tidak dapat digunakan karena alasan di atas.

5. Tidak dapat dikonsumsi dalam bentuk minuman sehingga memiliki nilai lebih bila dibandingkan etanol. Harga jual etanol bila dibuat menjadi minuman keras lebih tinggi dibandingkan harga jual etanol bila dibuat menjadi aditif bahan bakar, sehingga pembuatan etanol menjadi aditif memungkinkan untuk disalahgunakan menjadi bahan minuman keras.

2.2. Penghilangan Air pada IPA
IPA yang biasanya dijual adalah IPA dengan kandungan 95%-v dalam larutan, sedangkan untuk aditif bahan bakar harus memakai IPA dengan kemurnian minimal 99,8%-v. Untuk mencapai IPA 99,8%-v harus dilakukan permurnian lebih lanjut, yaitu dengan cara dehidrasi IPA sehingga menjadi IPA anhidrat (atau kering). Beberapa metode yang biasa dipakai untuk mengeringkan adalah metode distilasi, pervaporasi dengan membran dan adsorpsi. Dalam penulisan makalah ini hanya akan dibahas dengan metode adsorpsi untuk penghilangan air pada IPA.

2.3. Adsorpsi
2.3.1. Definisi Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu larutan fluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan tertentu (adsorben). Dengan cara ini, komponen-komponen dari suatu larutan, baik itu dari larutan gas ataupun cairan, bisa dipisahkan satu sama lain (Treybal, 1980). Adsorpsi melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel. Pemisahan dari suatu larutan tunggal antara cairan dan fasa yang diserap membuat pemisahan larutan dari fasa curah cair dapat dilangsungkan. Fasa penyerap disebut sebagai adsorben. Bahan yang banyak digunakan sebagai adsorben adalah karbon aktif, molecular sieves dan silika gel. Permukaan adsorben pada umumnya secara fisika maupun kimia heterogen dan energi ikatan sangat mungkin berbeda antara satu titik dengan titik lainnya. Pada praktiknya, proses adsorpsi bisa dilakukan secara tunggal namun bisa pula merupakan kelanjutan dari proses pemisahan dengan cara distilasi.

2.3.2. Jenis-Jenis Adsorpsi
2.3.2.1. Adsorpsi Fisik
Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang terjadi akibat gaya interaksi tarik-menarik antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini melibatkan gaya-gaya Van der Wals (sebagai kondensasi uap). Jenis ini cocok untuk proses adsorpsi yang membutuhkan proses regenerasi karena zat yang teradsorpsi tidak larut dalam adsorben tapi hanya sampai permukaan saja.

2.3.2.2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat interaksi kimia antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Proses ini pada umumnya menurunkan kapasitas dari adsorben karena gaya adhesinya yang kuat sehingga proses ini tidak reversibel.

2.4. Prinsip Desain Sistem Adsorpsi
2.4.1. Kesetimbangan Adsorpsi
Fasa kesetimbangan antara cairan dan fasa yang diserap oleh satu atau lebih komponen dalam proses adsorpsi merupakan faktor yang menentukan di dalam kinerja proses adsorpsi tersebut. Dalam hampir semua proses, faktor ini jauh lebih penting daripada laju perpindahan. Peningkatan kapasitas stoikiometrik adsorben memiliki pengaruh yang lebih besar daripada peningkatan laju perpindahan.

2.4.2. Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi.
1. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa:
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
2. Isoterm Brunauer, Emmet, and Teller (BET) Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaannya. Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda. Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah:
A(g) + S AS
A(g) + AS A2S
A(g) + A2S A3S dan seterusnya
Isoterm Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia, sedangkan isoterm BET akan lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan untuk adsoprsi fisik
3. Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini. Persamaannya adalah
                        x/m = kc 1/n
dengan x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)
m = massa dari adsorben (mg)
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan
k,n,= konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben.
Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah sebagai berikut.
1. Kurva isoterm yang cenderung datar mengindikasikan MTZ yang kecil. Artinya, isoterm yang digunakan menyerap pada kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan.
2. Kurva isoterm yang curam mengindikasikan MTZ yang luas dimana kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.
2.5. Adsorben
Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori adsorben biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses adsorpsi

2.5.1 Unjuk Kerja Adsorben
Suatu adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk adsorpsi dilihat dari sisi waktu. Lama operasi terbagi menjadi dua, yaitu waktu penyerapan hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi / pengeringan adsorben. Makin cepat dua varibel tersebut, berarti makin baik unjuk kerja adsorben tersebut. Dalam penelitian ini, optimasi untuk kerja proses adsorpsi dilihat dari seberapa banyak produk IPA murni yang bisa dihasilkan dalam satu hari proses produksi.

2.5.2. Penggolongan Adsorben
2.5.2.1. Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air
Adsorben merupakan bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari suatu campuran yang ingin dipisahkan. Secara umum, hal yang mempengaruhi kinerja adsorben adalah struktur kristalnya (zeolit dan silikat) dan sifat dari molecular sieve adsorben tersebut. Zeolit dalam jumlah yang banyak telah ditemukan baik dalam bentuk sistetis ataupun alami. Berikut adalah klasifikasi umum adsorben.
Tabel 2.5 Penggolongan adsorben berdasarkan kemampuan menyerap air (Perry,1999)
Jenis
Penyusun
Struktur
Hidrofobik
Polimer Karbon Aktif
Molecular sieve Karbon,
Silikat
Hidrofilik
Silika Gel
Alumina Aktif
Zeeolit : 3A (KA),
4A (NaA), 5A (CaA), 13X (NaX),
Mordenite, Chabazite, dll.

2.5.2.2. Berdasarkan Bahannya
Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua , yaitu:
1. Adsorben Organik
Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben. Oleh karena itu, adsorben ini tidak dipilih dalam penelitian yang akan dilakukan.
2. Adsorben Anorganik
Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama. Dalam penelitian ini, adsorben yang dipakai adalah silika gel dan molucular sieve.

2.5.2.3. Berdasarkan Ukuran Pori
Berikut ini adalah penggolongan adsorben berdasarkan ukuran pori adsorben.
Tabel 2.6 Penggolongan adsorben berdasarkan ukuran pori (Perry, 1999)
Tipe
Diameter Pori (ω)
Karakteristik
Mikropori
ω < 2 nm
Superimposed wall potentials
Mesopori
2 nm < ω >50 nm
Kondensasi kapiler
Makropori
ω > 50 nm
Efektif pada dinding tipis

Pada mikropori, diameter antarpori sangat kecil sehingga terjadi tarik menarik antara dinding pembentuk pori yang saling berlawanan. Tarik-menarik tersebut menimbulkan energi potensial sehingga menghasilkan hasil penyerapan yang kuat. Pada makropori, terjadi difusi molekul ke dalam partikel pori. Untuk adsorpsi fasa gas, molekul tidak akan mengisi adsorbat sampai fasa gas menjadi jenuh.

2.5.3. Regenerasi Adsorben
Pengeringan zat padat adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai rendah yang dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dari sederetan operasi.
Kandungan zat cair dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan ke bahan lain. Ada bahan yang tidak mempunyai kandungan zat cair sama sekali (bone dry). Pada umumnya zat padat selalu mengandung sedikit fraksi air sebagai air terikat. Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam bentuk serpih (flake), bijian (granule), kristal (crystal), serbuk (powder), lempeng (slab), atau lembaran sinambung (continous sheet) dengan sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Zat cair yang akan diuapkan mungkin terdapat pada permukaan zat padat seperti pada kristal; dapat pula seluruh zat cair terdapat di dalam zat padat seperti pada pemisahan pelarut dari lembaran polimer; atau dapat pula sebagian zat cair sebagian di luar dan sebagian di dalam. Umpan pengering mungkin berupa zat cair di mana zat padat melayang sebagai partikel, atau dapat pula berbentuk larutan. Hasil pengeringan ada yang tahan terhadap penanganan mekanik kasar dan berada dalam lingkungan yang sangat panas, ada pula yang memerlukan penanganan hati-hati pada suhu rendah atau sedang.
Perbedaan pengering terutama terletak dalam hal cara memindahkan zat padat di dalam zona pengering dan dalam proses perpindahan kalornya. Dalam operasi pengeringan pada sistem udara-air ada beberapa definisi yang lazim digunakan. Perhitungan teknis biasanya didasarkan pada satuan massa gas bebas uap. Uap yang dimaksud adalah bentuk gas dari komponen yang juga terdapat dalam fasa cair. Sedangkan gas adalah komponen yang hanya terdapat dalam bentuk gas saja.
Adsorben yang bersenyawa polimer dapat diregenerasi / dikeringkan pada temperatur rendah. Metode regenerasi yang bisa digunakan adalah dengan udara, N2, gelombang mikro, maupun dengan temperatur vakum. Salah satu metode yang digunakan adalah metode tanpa memindahkan adsorben.
Kukus dan gas inert panas dilewatkan ke dalam kolom adsorpsi untuk melucuti pengotor pada adsorben. Kukus ataupun gas inert dapat dilewatkan baik secara counter-current ataupun co-current. Sistem yang banyak digunakan sekarang ini adalah counter current. Regenerasi menggunakan kukus ataupun gas panas terutama digunakan untuk meregenerasi adsorben yang menyerap adsorbat berfasa uap. Sistem konfigurasi kukus meliputi boiler, penyediaan air umpan, kondenser, tangki penyimpan. Untuk sistem gas inert panas, penyimpan gas harus tersedia, pemanas gas, kondenser, dan penyimpan kontaminan.
Sistem dengan kukus banyak digunakan dalam industri namun menyediakan energi yang lebih rendah dibanding dengan gas inert panas. Kukus kurang baik untuk menyerap kontaminan berupa air pada alkohol, aldehid, ataupun keton. Regenerasi yang dilakukan memerlukan proses lanjutan berupa distilasi untuk memisahkan kukus dengan kontaminan. Hal ini tentu membutuhkan biaya tambahan sehingga gas inert panas lebih cocok untuk kontaminan berupa air. Keuntungan dari regenerasi tanpa memindahkan adsorben ini adalah menghemat kerusakan adsorben dan tidak perlu mengeluarkan adsorben.

2.5.4. Molecular Sieve
Molecular sieve adalah adsorben pertama yang digunakan secara komersial. Senyawa ini merupakan unit material dari logam alumino silikat yang terhubung secara tiga dimensi dengan kristal silika dan alumina tetrahedral (Schweitzer, 1996). Adsorben ini memiliki pori-pori kecil/halus dimana ukurannya sudah sangat terstandarisasi dan seragam. Pori-pori tersebut dapat dengan selektif "melanjutkan" atau "menangkap" molekul-molekul yang lewat berdasarkan besar-kecilnya ukuran molekul. Ukuran diameter ini mempengaruhi senyawa apa yang akan ditangkap atau diteruskan. Molecular sieve sering digunakan untuk menyerap air (jari-jari molekular air sekitar 0,28 nm). Kemampuannya untuk menyerap H2O cukup tinggi, yaitu sampai mencapai 25% beratnya sendiri. Berdasarkan bentuk molekulnya, molecular sieve terdiri dari dua jenis, yaitu tipe A (yang berbentuk pellet dan serbuk) dan X. Bentuk molekul dari molecular sieve dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bentuk molekul molecular sieve (Savary, 2004)

Kekurangan dari adsorben ini adalah kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk meregenerasi cukup besar. Besarnya energi tersebut disebabkan oleh tingginya temperatur yang dibutuhkan untuk proses desorpsi air yang terjebak di pori-pori. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk kekurangan tersebut dapat segera ditutupi dengan banyaknya adsorbat yang dapat diserap oleh molecular sieve.
Kemampuan penyerapan molecular sieve dapat berkurang akibat kontaminasi zat-zat seperti minyak, olefin, dan diolefin. Selain oleh zat-zat tersebut, kemampuan penyerapan molecular sieve juga dapat berkurang akibat terbentuknya arang (coke) dipermukaan molecular sieve dari proses regenerasi adsorben. Arang ini dapat menutupi permukaan aktif sehingga mengurangi jumlah air yang dapat diserap.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
      Dari pembahasan di ats, maka dapat disimpulkan bahwa isopropil adalah zat yang tidak beracun. Zat ini berpotensi menjadi bahan aditif bahan bakar karena merupakan salah satu hasil samping dari produksi berbahan baku gas alam, sehingga tersedia dalam jumlah yang cukup besar. IPA yang biasanya dihasilkan adalah IPA dengan kandungan 95%-v dalam larutan. Padahal, agar dapat menjadi aditif bahan bakar, kemurniannya harus mencapai minimal 99,85%-v sehingga agar IPA tersebut dapat digunakan sebagai bahan aditif perlu dilakukan upaya untuk mendehidrasi IPA 95%-v menjadi IPA 99,85%-v. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode adsorpsi. Metode adsorpsi merupakan metode yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya operasi yang terlalu tinggi.

3.2 SARAN
            Adapun saran yang ingin disampaikan Penulis adalah agar penggunaan IPA sebagai bahan aditif pada bahan bakar lebih diperhatikan sebagai pengganti TEL, MTBE, dan TML yang tidak ramah limgkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Lelyana O. 2007. Dehidrasi Isopropil Alkohol. (http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-lelyanaokt-31592, online, diakses tanggal 28 Maret2009).









Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...